ARTICLE AD BOX
Jakarta, carpet-cleaning-kingston.co.uk - Pulau emas berada di Indonesia menjadi jadi legenda selama ratusan tahun, namun itu bukan fiksi semata. Pulau emas terbukti nyata dan menariknya berada di Indonesia.
Adapun sejak dulu emas sudah jadi primadona dan diincar banyak orang di seluruh dunia. Sifat emas nan stabil sebagai aset tentu menjadi argumen utama sasaran dunia. Bagaimana kisahnya?
Pada masa klasik, orang-orang dan para pujangga di beragam wilayah bumi sudah punya cerita dan catatan mengenai pulau emas di wilayah antah berantah.
Di India, beragam karya klasik dan syair, menceritakan keberadaan pulau emas di seberang lautan. Kisah Ramayana sudah menggambarkan pelayaran ke pulau emas nan disebut Suvarnabhumi.
Para mahir Yunani dan Romawi nan hidup di tahun 31 SM-416 Masehi, namalain ribuan tahun lalu, juga berbicara demikian. Mereka selalu bercerita ada pulau kaya emas di selatan India. Bahkan, ada satu teks dari abad ke-1 Masehi nan secara spesifik menyebut lokasi. Teks itu menulis "pulau emas berada di mentari nan tepat di atas kepala". Maksudnya, berada di garis khatulistiwa.
Lalu, di China ada naskah antik era Dinasti Ming (abad ke-14) nan menyebut negeri San Fo Tjai kaya bakal emas. Negeri itu berada di area selatan.
Apapun jenis dari beragam peradaban antik dunia, semua menyebut bahwa pulau emas, sesuai namanya, kaya bakal emas. Setiap orang nan ke sana, niscaya bakal makmur. Sebab, setiap lapisan tanah terdapat emas.
Deretan cerita baru bisa dibuktikan kebenarannya di era penjelajahan samudera, sekitar abad ke-15. Saat orang sudah bisa berlayar, diketahui pulau emas nan jadi legenda ribuan tahun di seluruh bumi rupanya berada di Nusantara nan sekarang menjadi Indonesia. Nama pulaunya, Sumatera.
Pada titik ini, sejarawan O.W Wolters dalam Kebangkitan dan Kejayaan Sriwijaya Abad III-VII (2017) menyebut beragam catatan tersebut jadi bukti ketenaran Asia Tenggara dan Sumatera sebagai sumber emas nan penting.
Tanah Berlapis Emas
Berkembangnya pengetahuan semakin membuktikan bahwa pulau emas Sumatera bukan fiksi. Para masyarakat mulai melakukan penggalian.
Kawasan Sumatera Barat, misalkan, William Marsden dalam The History of Sumatera (1811) menulis pada abad ke-19, Padang menerima 10 ribu ons alias 283 Kg emas dari 1.200 tambang di pedalaman.
Setiap tambang ditaksir punya nilai ekonomis 1 juta gulden. Bisa dibayangkan, berapa untung dari penambangan emas di Padang.
Sementara di Aceh lebih spektakuler lagi. Denys Lombard dalam Kerajaan Aceh (1986) menjelaskan, kerajaan mempunyai 300 tambang emas. Konon setiap tambang bisa menghasilkan emas 24 karat nan tak ada habisnya.
Selain itu, catatan orang Eropa Agustin de Beaulie juga menyebut perihal serupa. Dia mengawasi jika di Aceh lapisan tanahnya bisa mengeluarkan emas. Bahkan, emas itu kadang bergumpal.
Beranjak atas kebenaran ini, periode kolonialisme membikin emas Sumatera mulai terungkap seutuhnya. Kolonialis Belanda melalukan eksplorasi dan pemanfaatan besar-besaran di sana. Sebab, emas jadi sumber cuan potensial selain rempah-rempah.
Penduduk lokal juga menjadikan emas sumber cuan. Mereka sering mengolah emas diolah untuk diperjualbelikan. Dari sini, lahir pengusaha-pengusaha baru nan kaya raya berkah upaya dan kepemilikan emas. Di era kemerdekaan, para pengusaha ini kelak memberikan sumbangsihnya untuk pembangunan Indonesia.
Sampai sekarang, penambangan emas tetap berlangsung. Hanya saja, jumlahnya mengalami penurunan dibanding wilayah lain di Indonesia, seperti Papua.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Ada 'Harta Karun' di Kebun RI, Nilainya Fantastis