Djki Respons Fatwa Mui Jatim Sound Horeg Haram

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Surabaya, carpet-cleaning-kingston.co.uk --

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum (Kemenkum) RI menanggapi fatwa Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Timur (MUI Jatim) nan mengharamkan sound horeg.

Beberapa waktu lalu, Kanwil Kemenkum Jatim sempat berencana memberikan kewenangan kekayaan intelektual alias HAKI kepada sound horeg.

"Sebagai corak ekspresi seni, sound horeg kudu mengikuti pada norma agama, norma sosial, dan ketertiban umum," kata Direktur DJKI Razilu, melalui keterangan nan dipublikasi Kanwil Kemenkum Jatim, Jumat (18/7).

"Jika sudah menimbulkan kerusakan alias permasalahan, tentu bisa dibatasi," tuturnya.

Razilu mengatakan, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta juga memuat pembatasan tegas, nan melarang setiap orang menciptakan sesuatu nan bertentangan dengan nilai moral, kepercayaan dan ketertiban umum.

"Pasal 50 UU Hak Cipta bersuara setiap orang dilarang melakukan pengumuman, pendistribusian, alias komunikasi buatan nan bertentangan dengan moral, agama, kesusilaan, ketertiban umum, alias pertahanan dan keamanan negara," ucapnya.

[Gambas:Video CNN]

DJKI menegaskan suatu ekspresi alias pagelaran seni secara deklaratif bakal mendapatkan kewenangan cipta ketika dipertunjukkan ke publik.

Namun, jika pelaksanaannya berlebihan dan tidak terkontrol, maka berpotensi mendatangkan permasalahan.

DJKI kemudian menyoroti fatwa MUI Jatim ini tidak sepenuhnya melarang sound horeg.

Penggunaan dengan intensitas bunyi secara wajar untuk beragam aktivitas positif, seperti resepsi pernikahan, pengajian, selawatan, serta aktivitas lain nan steril dari hal-hal nan diharamkan, hukumnya boleh.

Mengingat urgensi dan eskalasi pengaturan aktivitas sound horeg ini, DJKI pun mengharapkan izin khusus, seperti Peraturan Daerah (Perda) alias Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur perizinan dan penyelenggaraan kegiatannya.

"Jadi nan terpenting adalah mengatur perizinan dan melakukan monitoring saat penyelenggaraan sound horeg, sehingga keterlibatan instansi-instansi nan lebih berkuasa menjadi sentral mengenai perihal ini," ucap Razilu.

Razilu juga mengingatkan sebagai pagelaran seni, event organizer sound horeg juga sebaiknya mengusulkan perizinan dan bayar royalti lagu-lagu nan merekan putar saat pertunjukan.

"Hal ini dikarenakan selama ini sound horeg banyak menggunakan materi lagu dan musik milik pembuat lain untuk tujuan komersial," tuturnya.


Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur resmi mengeluarkan fatwa mengharamkan penggunaan sound horeg jika digunakan secara berlebihan dan melanggar norma hukum dan mengganggu ketertiban.

Keputusan itu diambil setelah MUI Jatim mendapatkan surat permohonan fatwa dari masyarakat perihal kejadian sound horeg di Jawa Timur. Surat alias petisi itu ditandatangani 828 orang, pada 3 Juli 2025. Mereka juga menggelar forum dengan pengusaha sound horeg hingga master THT.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jawa Timur, Sholihin Hasan, menjelaskan sound horeg adalah sistem audio dengan potensi volume tinggi, terutama pada gelombang rendah alias bass. Istilah 'horeg' sendiri berasal dari bahasa Jawa nan berfaedah 'bergetar'.

"Penggunaan sound horeg dengan intensitas bunyi melampaui pemisah wajar sehingga dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan, dan alias merusak akomodasi umum alias peralatan milik orang lain, memutar musik diiringi joget laki-laki wanita dengan membuka aurat dan kemunkaran lain, baik dilokalisir pada tempat tertentu maupun dibawa berkeliling pemukiman penduduk hukumnya haram," kata Sholihin, Senin (14/7).

Dalam pertimbangannya, MUI Jatim menyebut sound horeg bisa mencapai 120-135 desibel (dB) alias lebih, sedangkan periode pemisah nan direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) adalah 85 desibel (dB) untuk paparan selama 8 jam.

"Battle sound alias adu sound nan dipastikan menimbulkan mudarat, ialah kebisingan melampaui periode pemisah dan berpotensi tabdzir serta idha'atul mal alias menyia-nyiakan kekayaan hukumnya haram secara mutlak," ucapnya.

Namun, MUI tetap membolehkan penggunaan sound horeg untuk aktivitas positif, seperti resepsi pernikahan, pengajian dan selawatan, asalkan dilakukan secara wajar dan bebas dari hal-hal nan diharamkan.

(frd/chri)