ARTICLE AD BOX
Jakarta, carpet-cleaning-kingston.co.uk --
Kejaksaan Agung (Kejagung) tetap belum menahan Staf Khusus mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim yakni Jurist Tan meski telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar mengatakan pihaknya belum melakukan penahanan lantaran saat ini Jurist Tan diketahui berada di luar negeri. Oleh lantaran itu, sambungnya, Jurist Tan telah ditetapkan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) namalain buronan Kejagung.
Qohar menjelaskan sedianya interogator telah melayangkan tiga kali panggilan pemeriksaan terhadap nan bersangkutan. Akan tetapi, Jurist selalu mangkir dari panggilan penyidik.
"Saudara JS alias JT ya, memang sudah dilakukan pemanggilan oleh interogator dengan patut tiga kali berturut-turut, tapi nan berkepentingan tidak hadir," ujarnya dalam konvensi pers, Selasa (15/7).
Qohar mengatakan kepada interogator Jurist meminta pemeriksaan dilakukan secara tertulis namun tidak dapat dipenuhi lantaran tidak sesuai dengan patokan nan ada dalam KUHP dan KUHAP.
Di sisi lain, dia menyebut saat ini Kejagung telah memasukkan Jurist sebagai buronan dalam DPO. Tak hanya itu, interogator juga telah bekerja sama dengan lembaga mengenai untuk memulangkan Jurist ke Indonesia.
"Kami pertama sudah melakukan DPO dan tentu kami bekerja sama dengan pihak mengenai agar nan berkepentingan bisa hadir, bisa pulang di Tanah Air [Indonesia]," tuturnya.
Sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan berupa pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek periode 2019-2022.
Selama periode tersebut, Kemendikbudristek mengadakan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah-sekolah di Indonesia khususnya di wilayah 3T dengan total anggaran mencapai Rp9,3 triliun.
Pengadaan laptop ini dipilih menggunakan sistem operasi Chrome alias Chromebook meskipun mempunyai banyak kelemahan dan tidak efektif untuk sarana pembelajaran pada wilayah 3T lantaran belum mempunyai akses internet.
Dalam kasus ini, Kejagung menetapkan empat orang tersangka ialah Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021, Mulyatsyah; Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek 2020-2021, Sri Wahyuningsih; Mantan stafsus Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan; dan Ibrahim Arief selaku Konsultan Teknologi pada Kemendikbudristek era Nadiem.
Atas perbuatan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp1,98 triliun nan terdiri dari kerugian akibat Item Software (CDM) sebesar Rp480 miliar dan penggelembungan atau mark up nilai laptop sebesar Rp1,5 triliun.
(tfq/kid)