ARTICLE AD BOX
Jakarta, carpet-cleaning-kingston.co.uk - Bank Indonesia telah memangkas suku kembang referensi sebanyak empat kali pada 2025, setelah penurunan BI Rate kembali dilakukan pada Agustus ini sebesar 25 points (bps) menjadi 5%. Langkah garang otoritas moneter untuk memacu pertumbuhan ekonomi ini mendapat respons dari kalangan ekonom.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menganggap pemangkasan pada rapat majelis gubernur 20 Agustus 2025 adalah langkah tepat waktu dan tepat sasaran. Pertimbangannya, inflasi terus terkendali dan kurs rupiah condong menguat, sehingga memberi ruang BI untuk konsentrasi memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Keputusan pemotongan ini konsisten dengan stance moneter nan condong mendorong pertumbuhan dengan tetap menjaga stabilitas," ucap Josua kepada carpet-cleaning-kingston.co.uk, dikutip Kamis (21/8/2025).
Data inflasi terakhir, ialah Juli 2025 memang tetap berada di level 2,37% yoy, terkendali di dalam sasaran inflasi BI ialah 1,5%-3,5%. Kondisi ini kata Josua membikin tingkat suku kembang kebijakan setelah mempertimbangkan tingkat nilai nan sebenarnya alias ex-post real policy rate tetap positif dan memberi ruang pelonggaran serta tetap mendukung stabilitas harga.
Sementara itu, perkembangan nilai tukar rupiah condong stabil sehingga akibat pengaruh tekanan kurs terhadap inflasi relatif terkendali ketika BI menurunkan koridor suku bunga, seperti Deposit Facility menjadi 4,25% dan Lending Facility ke level 5,75%, sejalan dengan pemotongan suku kembang kebijakan.
Josua menganggap, pemangkasan suku kembang lebih lanjut hingga akhir tahun tetap berpeluang, dengan syarat inflasi inti tetap terjangkar dalam sasaran dan rupiah tidak tertekan oleh kejutan akibat global, seperti perubahan tone The Fed alias sentimen risk-off pelaku pasar keuangan.
Ia mempertimbangkan setidaknya dua kali pemangkasan kembali suku kembang referensi BI hingga akhir tahun dengan dua skenario. Skenario dasar, ialah satu kali pemangkasan tambahan 25 bps pada kuartal IV (menuju 4,75%). Ini menyeimbangkan kebutuhan mendorong pertumbuhan di atas titik tengah dengan tetap menjaga real rate positif agar arus portofolio dan rupiah terjaga.
Skenario lebih lenggang (kemungkinan lebih kecil): total 50 bps-hanya jika kombinasi kondisi terpenuhi: The Fed mulai melonggarkan dan nada kebijakannya dovish, rupiah stabil/berapresiasi, serta tekanan nilai pangan mereda.
"BI sendiri mengindikasikan ruang lanjutan pemangkasan sembari merevisi proyeksi pertumbuhan 2025 ke sekitar 5,1% (di atas titik tengah 4,6-5,4%), sehingga dorongan permintaan domestik melalui transmisi suku kembang menjadi relevan untuk menutup output gap," tegas Josua.
Kepala Ekonom BCA David Sumual juga menganggap, setelah pemangkasan 100 bps BI rate sejak awal tahun, majelis gubernur BI tetap mempunyai ruang untuk kembali melakukan penurunan suku kembang acuan. Selain mempertimbangkan inflasi dan kurs nan terkendali, juga ada tren melimpahnya likuiditas ekonomi jelang akhir tahun nan bisa memacu pertumbuhan ekonomi lebih cepat.
"Masih ada ruang pemangkasan BI rate lantaran inflasi dan rupiah stabil dan apalagi Fed juga diperkirakan bakal menurunkan suku kembang di bulan September sehingga BI melakukan front loading. Q3 ada indikasi kondisi likuiditas dan perputaran duit lebih baik didorong realisasi shopping pemerintah nan lebih kencang," tegasnya.
Global Market Economist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto menambahkan, ruang BI untuk terus menurunkan suku kembang kebijakan terbuka lebar lantaran memang daya tarik investasi Indonesia saat ini juga sudah terbilang sangat kuat, mendukung persediaan devisa nan sudah tebal hingga kini.
Aliran masuk investasi portofolio ke SBN sebagaimana diketahui terus berlanjut. Pada Juli dan Agustus 2025 (hingga 15 Agustus 2025) tercatat net inflows sebesar 1,0 miliar dolar AS. Di pasar saham juga mulai mencatat net inflows pada Agustus 2025 seiring perbaikan prospek perekonomian Indonesia dan tren penurunan suku bunga.
Posisi persediaan devisa pada akhir Juli 2025 pun tetap tinggi sebesar 152,0 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor alias 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Jadi memang ada ruang penurunan suku kembang lebih dari sekali alias dua kali pada tahun ini saya rasa, lantaran dari sisi investment attractiveness alias daya tarik investasi kita juga tetap bakal terjaga, gap investment kita juga tetap bakal tetap lebar dengan hadiah hasil dari surat utang ataupun hadiah hasil dari investasi global," paparnya.
Meski begitu, Kepala Ekonom BSI Banjaran Indrastomo mengingatkan, agresifitas BI dalam memangkas suku kembang referensi pada tahun ini tentu bakal membikin pengaruh tekanan terhadap perekonomian, tatkala ketidakpastian di pasar finansial dunia tetap cukup tinggi.
Tekanan dia perkirakan bakal terjadi dari sisi kurs rupiah nan bergerak di kisaran Rp 16.400/US$ dan inflasi mulai kuartal III-2025 bergerak ke level 3% lantaran semakin terpacunya konsumsi masyarakat.
"Akan ada akibat jangka pendek ke rupiah nan tertekan, memandang sekarang spead Fed Fund Rate dan BI rate makin tipis antara 50-75 bps. Tapi, jika fed menurunkan lagi, tetap ada ruang satu sampai dua kali lagi berjuntai situasi dunia dengan stance pro growth BI. Momentumnya saya rasa di September ya seiring bergeraknya produksi," ungkapnya.
"Kalau inflasi itu naturally bakal naik dengan konsumsi nan terus naik. Saya rasa kita bisa menuju 3% di akhir Q3 merujuk kepada info Juli nan sudah tumbuh di atas 2% terutama dari volatile food, seperti nilai beras retail dan lainnya," tegas Banjaran.
Peringatan serupa disampaikan Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian. Ia mengatakan, di tengah terkendalinya inflasi dan mulai meningkatnya shopping pemerintah, perubahan nilai pangan adalah perihal nan kudu dicermati, saat tren penurunan suku kembang referensi berlanjut.
Peningkatan take up rate dari program makan bergizi cuma-cuma alias MBG nan pada November 2025 bakal mencapai 32.000 dapur, dia sebut juga bakal menjadi kejadian menarik tahun ini dalam mempengaruhi nilai pangan.
"Kesiapan pemerintah dalam rantai pasok pangan bakal diuji. Persediaan sembako seperti beras, daging ayam, sayuran dan persediaan mengenai MBG kudu ditingkatkan. Tanpa eksekusi nan tepat mengenai rantai pasok, kenaikan inflasi pangan bakal menjadi kejadian tersendiri. Pemerintah kudu mulai bersiap dari sekarang," ujar Fakhrul.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
5 Ekonom Soroti Keputusan BI Pangkas Suku Bunga, Sudah Tepat?